BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN HADITS
Menurut para ahli, hadits identik dengan sunah, yaitu
segala perkataan, perbuatan, takrir (diam), sifst, keadaan, tabiat/watak, dan
sirah ( perjalanan hidup) nabi Muhammad SAW, baik yang berkaitan dengan masalah
masalah hokum maupun tidak, tetapi ada beberapa perbedaan. Menurut bahasa,
hadits berarti ucapan atau perkataan. Adapun menurut istilah, Hadits adalah
ucapan, perkataan, atau takrir Rasulullah SAW yang diikiti oleh umatnya dalam
menjalani kehidupan.
Pengertian
Hadits dapat juga diartikan menurut dua cara yakni menurut bahasa dan menurut
terminoligi. Hadits menurut bahasa terdiri dari beberapa arti, yaitu :
1. Jadid yang berarti
baru
2. Qarid yang artinya
dekat, dan
3. Khabar yang artinya
berita
Sedangkan pengertian hadits secara terminologis adalah :
“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya”.
(Ilmu Tafsir dan
Hadits IAIN Sunan Ampel, CV, Aneka Bahagia Surabaya 1993. Hal : 41).
Seperti disebutkan di atas, bahwa definisi ini memuat empat elemen, yaitu
perkataan, perbuatan, pernyataan, dan sifat-sifat lain. Secara lebih jelas dari
ke empat elemen tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut :
1. Perkataan
Yang
dimaksud dengan perkataan adalah segala perkataan yang pernah diucapkan oleh
Nabi Muhammad SAW dalam berbagai bidang, seperti bidang syariah, akhlaq,
aqidah, pendidikan dan sebagainya.
2. Perbuatan
Perbuatan
adalah penjelasan-penjelasan praktis Nabi Muhammad SAW terhadap
peraturan-peraturan syara’ yang belum jelas teknis pelaksanaannya. Seperti
halnya jumlah rakaat, cara mengerjakan haji, cara berzakar dan lain-lain.
Perbuatan nabi yang merupakan penjelas tersbut haruslah diikuti dan dipertegas
dengan sebuah sabdanya.
3. Taqrir
Taqrir
adalah keadaan beliau yang mendiamkan atau tidak mengadakan sanggahan dan
reaksi terhadap tindakan atau perilaku para sahabatnya serta menyetujui apa
yang dilakukan oleh para sahabatnya itu.
4. Sifat, Keadaan dan Himmah Rasululloh
Sifat-sifat,
dan keadaan himmah Nabi Muhammad SAW adalah merupakan komponen Hadits yang
meliputi :
- Sifat-sifat Nabi yang
digambarkan dan dituliskan oleh para sahabatnya dan dan para ahli sejarah baik
mengenai sifat jasmani ataupun moralnya
- Silsilah (nasab),
nama-nama dan tahun kelahirannya yang ditetapkan oleh para sejarawan
- Himmah (keinginan) Nabi
untuk melaksanakan suatu hal, seperti keinginan beliau untuk berpuasa setiap
tanggal 9 Muharram.
C. Fungsi Hadits
Terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an
merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Alloh. Kitab Al-Qur’an adalah
sebagai penyempurna dari kita-kitab Alloh yang pernah diturunkan sebelumnya.
Al-Qur’an
dan Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukan umat Islam
dalam memahami syariat. Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat yang telah
mengadakan penelitian dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Qur’an mengatan
bahwa : “Pokok-pokok ajaran Al-Qur’an begitu dinamis serta langgeng abadi,
sehingga tidak ada di dunia ini suatu kitab suci yang lebih dari 12 abad
lamanya, tetapi murni dalam teksnya”. (Drs. Achmad Syauki, Sulita Bandung, 1985
: 33).
Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an meliputi tiga fungsi pokok, yaitu :
1. Menguatkan dan
menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2. Menguraikan dan
merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan mentakhsiskan yang
umum(‘am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan apa yang
dikehendaki Al-Qur’an. Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an
sebagaimana firman Alloh SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an,
agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan”(QS. An-Nahl : 44
3. Menetapkan dan
mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Hukum yang terjadi
adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh Al-Qur’an.
Contohnya seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari pihak ibu,
haram memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan kain
sutra bagi laki-laki.
D. Kewajiban Umat
Islam Terhadap Hadits
Perbuatan-perbuatan
yang dilakukan oleh Rasulullih SAW. Menjadi suritauladan bagi umat manusia. Dalam sebuah hHadits disebutkan
bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan Akhlaq dan budi pekerti manusia.
Kebiasaan-kebiasaan kaum muslimin pada masa sahabat adalah mengambil
hukum-hukuim syariat Islam dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasululloh SAW. Begitu
pula dengan Amirul Mu’minin sampai para wali maupun pejabat-pejabat pemerintah
lainnya.
Kaum muslim sepakat bahwa Hadits merupakan hukum
yang kedua setelah Al-Qur’an. Hal ini berdasarkan kepada kesimpulan yang
diperoleh dari dalil-dalil yang memberi petunjuk tentang kedudukan dan fungsi
Hadits. Maka dengan demikian kewajiban umat Islam Hadits harus dijadikan hukum
(hujjah) dalam melaksanakan perintah Al-Qur’an yang masih bersifat Ijma dan
Hadits sebagai penjelas untuk melaksanakannya. Melaksanakan apa yang
dicontohkan oleh Rasululloh SAW berarti mentaati perintah-perintah Alloh.
Alloh SWT berfirman :
`
“Barang siapa yang mentaati Rosul,
maka sesugguhnya dan telah mentaati Alloh”. (QS.
An-Nisa : 80)
Dalam ayat lain Alloh berfirman :
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu,
maka termalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr : 7)
Dari
penjelasan kedua ayat di atas jelaslah bahwa umat Islam harus menjadikan Hadits
dan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
B.MACAM-MACAM HADITS
Hadis dapat
diklasifikasikan berdasarkan dqa bagian utama, yaitu kuantitas dan kualitas
perawinya. Klasifikasi berdasarkan kuantitas perawi ialah penggolongan hadis menurut
banyak atau sedikitnya yang meriwayatkan hadis tersebut. Menurut klasifikasi
ini, hadis terdiri atas hadis mutawattir dan ahad.
1. Hadis Mutawattir
Hadis
mutawattir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang (biasanya banyak)
dari awal sampai akhir sanad, dan orang-orang tersebut diyakini mustahil akan
bersepakat untuk berbohong dalam men wayatkannya. Karenanya, para ulama sepakat
hadis mutawattir harus diamalkan.Hadis mutawattir itu sendiri terdiri atas tiga
bagian, yaitu mutawattir manawi(lafalnya banyak dan sama), mutawattir ma
nawi(lafalnya banyak dan semakna. tetapi tidak sama), dan mutawattir
manawi(merupakan perilaku yang sudah diamalkan oleh banyak orang dan diyakini
berasal dari Nabi Muhammad SAW). Hadis mutawattir bersifat pasti dan memiliki
kesederajatan hampir sama dengan Alquran. Keberadaan hadis mutawattir amat
sedikit dibandingkan dengan hadis ahad.
2. Hadis Ahad
Hadis ahad
terdiri atas tiga bagian, yaitu hadis masyhur, aziz, dan gharib. Masyhur ialah
hadis yang diriwayatkan paling tidak oleh tiga jalur rawi dan tidak kurang dari
tiga. Namun, ada juga ulama yang membedakan masyhur dan ahad. Pandangan ini
dianut oleh para ulama mazhab Hanafi. Menurut mereka, hadis masyhur adalah
hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi tidak sampai derajat
hadis mutawattir.Akan tetapi, kebanyakan ulama cenderung memasukkan hadis
masyhur ke dalam hadis ahad. Jika diriwayatkan oleh dua jalur rawi, hadis itu
disebut hadis aziz. Sedangkan, apabila diriwayatkan oleh satu jalur saja, maka
disebut hadis gharib atau fard.
3. Hadis Sahih, Hasan, dan Dlaif
Status hadis
juga dapat dinilai dari segi sanad. Pada klasifikasi ini hadis dapat dibagi
menjadi tiga macam, yaitu sahih, hasan, dan dlaif (lemah).Hadis sahih adalah
hadis yang memenuhi persyaratan ulama hadis. Hadis sahih ini diriwayatkan oleh
seseorang yang dipercaya, kuat hafalannya, dan jauh dari sifat tercela. Hadis
sahih terdiri atas shahih li-zatihi (sahih dengan sendirinya) dan shahihghairu
lizatih (sahih karena ada keterangan lain yang mendukungnya; seperti hadis
hasan yang jumlahnya banyak).
Sementara
itu, hadis hasan artinya hadis baik, yang memenuhi persyaratan, tetapi
diriwayatkan oleh seseorang yang tidak terialu sempurna kekuatan hafalannya.
Seperti halnya hadis sahih, hadis hasan terdiri atas dua bagian, yaitu hasan
lt-zatihi (dengan sendirinya) dan hasan lizatihi (ada keterangan pendukung
lain), yang didukung dengan adanya hadis yang tidak terlalu lemah menceritakan
hal yang sama.Sedangkan, hadis dlaif ialah hadis yang tidak memenuhi syarat
hadis sahih atau hasan, karena periwayatannya yang terputus atau karena
perawinya tidak memenuhi persyaratan, hadis dlaif tidak dapat dijadikan sumber
hukum dan ketentuannya tidak boleh diamalkan.
Hadis dlaif
ini dapat dilihat atas dua cara, yaitu bersambung atau tidaknya sanad dan
tercetanya rawi, hadis dlaif yang dilihat dari bersambung atau tidaknya sanad
meliputi hadis mursal, munqati, mudal, mudallas, muallaq, dan muallal. Adapun
hadis dlaif yang disebabkan oleh tercelanya rawi ialah hadis maudlu. matruk,
munkar, mudraj, maqlub, mudtarib, musahhaf, muharraf, mu-bham, majhul. mastur,
syadz, dan mukhtalit.
4. Hadis Maudlu
Selain itu,
dikenal pula hadis maudlu (palsu), yaitu sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi
SAW, tetapi sesungguhnya itu bukan merupakan perkataan, perbuatan, atau taqrir
Nabi SAW. Meskipun ada yang berpendapat bahwa hadis maudlu sudah ada sejak masa
Nabi SAW, namun jumhur (mayoritas) ahli hadis berpendapat bahwa hadis maudlu
mulai terjadi pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, baik karena ketegasan dan
kehati-hatian penwayatan hadis di masa kekhalifahan sebelumnya maupun situasi
politik di masa Ali, di mana perbenturan berbagai kepentingan semakin
meningkat.
Ciri-ciri
hadis maudlu adalah (1) matan hadis tidak sesuai dengan kefasihan bahasa,
kebaikan, kelayakan, dan kesopanan bahasa Nabi SAW; (2) bertentangan dengan
Alquran, akal, dan kenyataan; (3) rawinya dikenal sebagai pendusta; (4)
pengakuan sendiri dari pembuat hadis palsu tersebut; (5) ada petunjuk bahwa di
antara rawinya terdapat pendusta dan (6) rawi menyangkal bahwa ia pernah
memberikan riwayat kepada orang yang membuat hadis palsu tersebut.
5. Hadis Matruk
Hadis lemah
lainnya adalah matruk, yaitu hadis yang perawinya tertuduh berdusta atau suka
berdusta dalam pembicaraannya atau menampilkan kefasikan dalam pembicaraan dan
perbuatannya atau memiliki amat banyak kesalahan serta kekeliruan dalam
meriwayatkan hadis.
6. Hadis Marfu
Hadis marfu
adalah hadis yang dlsandarkan kepada Nabi SAW secara khusus, baik sanadnya
bersambung maupun tidak.
Di bawah ini akan kami jelaskan
alur hadits dari masa pembentukan, penggalian, penghimpunan, dan masa
pendiwanan atau penyusunan.
DAFTAR PUSTAKA
·
AL-QUR’AN
·
Faridl,Miftah, (2001), As-sunah
sumber hokum islamyang kedua, Bandung :Pustaka
·
Bachrul ilmi, (2006),
Pendidikan Agama Islam kelas X, Jakarta :
GrafindoMedia Pratama
0 komentar:
Your comment / HADITS, SEJARAH DAN KEDUDUKANNYA DALAM SUMBER HUKUM ISLAM
Komentar Anda Sangat Bermanfaat Bagi Khazanah Ilmu Pengetahuan