TUGAS INDIVIDU
PENGANTAR PSIKOLOGI
“EMOSI DAN PERASAAN”
DISUSUN
OLEH
M. ZUHRI NI’AM
NIM : 1101110289
KELAS I B
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONTIANAK
2010
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat-Nya kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini sehingga makalah ini terselesaikan tepat pada waktunya.
Tidak lupa juga kami haturkan kepada nabi kita, nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa dunia ini dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.
Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang te;ah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada dosen pengampu yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata, kami mengharapkan saran dari para pembaca dan dari dosen atas kesalahan dalam pembuatan makalah ini, serta untuk perbaikan makalah yang selanjutnya.
Wasalamu’alaikum, wr. Wb.
Pontianak, November 2010
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Emosi merupakan perwujudan dari perasaan seseorang, emosi tidak semuanya bersifat negative, tetap ada i juga yang bersifat positif.
Setiap orang memiliki pola emosional masing-masing yang berupa ciri-ciri atau karakteristik dari reaksi-reaksi perilakunya. Ada individu yang mampu menampilkan emosinya secara stabil yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengontrol emosinya secara baik dan memiliki suasana hati yang tidak terlau variatif dan fluktuatif. Sebaliknya, ada pula individu yang kurang atau bahkan sama sekali tidak memiliki stabilitas emosi, biasanya cenderung menunjukkan perubahan emosi yang cepat dan tidak dapat diduga-duga. Begitu juga dengan perasaan, ada perasaan senang, ada perasaan sedih, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Karena pembahasan Emosi dan Perasaan begitu pentingnya, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah yang berjudul “EMOSI DAN PERASAAN”. Dibawah ini akan dijelaskan secara rinci mengenai Emosi dan Perasaan, selamat membaca semoga bermanfaat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksu dengan Emosi ?
2. Apa saja aspek emosi dan bagaimana memelihara emosi ?
3. Apa yang dimaksud dengan Perasaan ?
4. Apa cirri khas perasaan dan apa perbedaan emosi dan perasaan ?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar kita mengetahui arti emosi, perasaan, dan segala hal yang berkaitan dengan emosi dan perasaan.
BAB II
EMOSI DAN PERASAAN
A. EMOSI
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih beragam dalam memberikan rumusan tentang emosi dengan orientasi teoritis yang bervariasi pula. Kita mencatat beberapa beberapa teori tentang emosi dengan sudut pandang yang berbeda, diantaranya: teori Somatic dari William James, teori Cannon-Bard, teori Kogntif Singer-Schachter, teori neurobiological dan teori evolusioner Darwin. Perbedaan kerangka teori inilah yang menyebabkan kesulitan tersendiri untuk merumuskan tentang emosi secara tunggal dan universal.
Terdapat sekitar 550 sampai 600 kata dalam bahasa Inggris yang memiliki makna yang sama dengan kata emosi, baik itu dalam bentuk kata kerja, kata benda, kata sifat, dan kata keterangan (Averil, 1975; Johnson Laird & Oatley, 1989; Storm & Storm, 1987). Meski tidak didapati rumusan emosi yang bersifat tunggal dan universal, tetapi tampaknya masih bisa ditemukan persesuaian umum bahwa keadaan emosional merupakan satu reaksi kompleks yang berkaitan dengan kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam yang dibarengi dengan perasaan kuat atau disertai dengan keadaan afektif (J.P.Chaplin. 2005). English and English (Syamsu Yusuf, 2003) menyebut emosi ini sebagai “A complex feeling state accompanied by characteristic motor and grandular activities”. Menurut Abin Syamsuddin Makmun (2003) bahwa aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya selalu melibatkan tiga variabel, yaitu: (1) rangsangan yang menimbulkan emosi (stimulus); (2) perubahan–perubahan fisiologis yang terjadi pada individu; dan (3) pola sambutan. Dalam situasi tertentu, pola sambutan yang berkaitan dengan emosi seringkali organisasinya bersifat kacau dan mengganggu, kehilangan arah dan tujuan. Berkenaan dengan perubahan jasmaniah yang terjadi terkait dengan emosi seseorang, Syamsu Yusuf (2003) memberikan penjelasan sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini:
Terpesona
|
Reaksi elektris pada kulit
|
Marah
|
Peredaran darah bertambah cepat
|
Terkejut
|
Denyut jantung bertambah cepat
|
Kecewa
|
Bernafas panjang
|
Sakit marah
|
Pupil mata membesar
|
Cemas
|
Air liur mengering
|
Takut
|
Berdiri bulu roma
|
Tegang
|
Terganggu pencernaan, otot tegang dan bergetar.
|
Selanjutnya, dia mengemukakan pula tentang ciri-ciri emosi, yaitu: (1) lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnnya seperti pengamatan dan berfikir; (2) bersifat fluktuatif atau tidak tetap, dan (3) banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera dan subyektif. Lebih jauh, Nana Syaodih Sukmadinata (2005) mengemukakan empat ciri emosi, yaitu:
1. Pengalaman emosional bersifat pribadi dan subyektif. Pengalaman seseorang memegang peranan penting dalam pertumbuhan rasa takut, sayang dan jenis-jenis emosi lainnya. Pengalaman emosional ini kadang–kadang berlangsung tanpa disadari dan tidak dimengerti oleh yang bersangkutan kenapa ia merasa takut pada sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu ditakuti. Lebih bersifat subyektif dari peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berfikir (Syamsu Yusuf, 2003)
2. Adanya perubahan aspek jasmaniah. Pada waktu individu menghayati suatu emosi, maka terjadi perubahan pada aspek jasmaniah. Perubahan-perubahan tersebut tidak selalu terjadi serempak, mungkin yang satu mengikuti yang lainnya. Seseorang jika marah maka perubahan yang paling kuat terjadi debar jantungnya, sedang yang lain adalah pada pernafasannya, dan sebagainya.
3. Emosi diekspresikan dalam perilaku. Emosi yang dihayati oleh seseorang diekspresikan dalam perilakunya, terutama dalam ekspresi roman muka dan suara/bahasa. Ekspresi emosi ini juga dipengaruhi oleh pengalaman, belajar dan kematangan.
4. Emosi sebagai motif. Motif merupakan suatu tenaga yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan. Demikian juga dengan emosi, dapat mendorong sesuatu kegiatan, kendati demikian diantara keduanya merupakan konsep yang berbeda. Motif atau dorongan pemunculannya berlangsung secara siklik, bergantung pada adanya perubahan dalam irama psikologis, sedangkan emosi tampaknya lebih bergantung pada situasi merangsang dan arti signifikansi personalnya bagi individu Menurut J.P. Chaplin (2005), motif lebih berkenaan pola habitual yang otomatis dari pemuasan, sementara reaksi emosional tidak memiliki pola atau cara-cara kebiasaan reaktif yang siap pakai.
Di lain pihak, Fehr & Russel (1984) Shaver, Schwarts, Kirson & O’Connor (1987) menyebutkan, emosi memiliki tiga bentuk, yaitu passivity, intentionality, dan subjectivity. Passivity berasal dari kata Yunani kuno abad ke-18 yaitu “pathe”, artinya sama dengan “nafsu” atau “hasrat”. Makna dasar dari passivity adalah berubah secara drastis, terutama berubah menjadi sangat buruk. Kata “pasif” seringkali digunakan dalam menerangkan kata-kata emosi. Sehingga kata-kata semacam “jatuh cinta”, “terjebak amarah” dikonotasikan sebagai tindakan pasif. Artinya, emosi hanyalah tindakan refleks sebagai hasil pengalaman sensoris sederhana, yang berada di bawah kontrol pribadi. Padahal sejatinya, manusia hidup memiliki kontrol yang lebih tidak sekadar emosinya, sehingga emosi tidak sekadar pasif. Intentionality (kesengajaan) masih sering dikaitkan dengan “nafsu”, tapi bisa bermakna yang sama sekali berbeda dengan passivity jika diterapkan dalam pengertian sehari-hari. Intentionality maksudnya, bahwa emosi terjadi karena suatu kesengajaan. Misalnya, orang tidak marah secara tiba-tiba, tanpa sebab musabab tetapi selalu ada sesuatu yang membuat dia marah, atau takut terhadap sesuatu, senang terhadap sesuatu, dan seterusnya. Sesuatu itu adalah objek kesengajaan dari emosi, sebagai hasil dari evaluasi dari sesuatu yang pernah terjadi sebelumnya. Subjectivity. Biasanya, emosi selalu dikaitkan dengan perbuatan subjektif sebagai akibat dari sebuah pengalaman diri terhadap objek eksternal. Meski demikian, emosi juga bersifat objektif, karena bisa dinilai sebagai baik atau buruk; bermanfaat atau berbahaya, bergantung kepada penilaian pribadi terhadap emosi tersebut.
Perasaan dan emosi pada dasarnya merupakan dua konsep yang berbeda tetapi tidak bisa dilepaskan. Perasaan selalu saja menyertai dan menjadi bagian dari emosi. Perasaan (feeling) merupakan pengalaman yang disadari yang diaktifkan oleh rangsangan dari eksternal maupun internal (keadaan jasmaniah) yang cenderung lebih bersifat wajar dan sederhana. Demikian pula, emosi sebagai keadaan yang terangsang dari organisme namun sifatnya lebih intens dan mendalam dari perasaan. Menurut Nana Syaodih Sukadinata (2005), perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang, tersembunyi dan tertutup ibarat riak air atau hembusan angin sepoy-sepoy sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang lebih dinamis, bergejolak, dan terbuka, ibarat air yang bergolak atau angin topan, karena menyangkut ekspresi-ekspresi jasmaniah yang bisa diamati. Contoh: orang merasa marah atas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, dalam konteks ini, marah merupakan perasaan yang wajar, tetapi jika perasaan marahnya menjadi intens dalam bentuk angkara murka yang tidak terkendali maka perasaan marah tersebut telah beralih menjadi emosi. Orang merasa sedih karena ditinggal kekasihnya, tetapi jika kesedihannya diekspresikan secara berlebihan, misalnya dengan selalu diratapi dan bermuram durja, maka rasa sedih itu sebagai bentuk emosinya.
Perasaan dan emosi seseorang bersifat subyektif dan temporer yang muncul dari suatu kebiasaan yang diperoleh selama masa perkembangannya melalui pengalaman dari orang-orang dan lingkungannya. Perasaan dan emosi seseorang membentuk suatu garis kontinum yang bergerak dari ujung yang yang paling postif sampai dengan paling begatif, seperti: senang-tidak senang (pleasant-unpleasent), suka-tidak suka (like-dislike), tegang-lega (straining-relaxing), terangsang-tidak terangsang (exciting-subduing).
Menurut Syamsu Yusuf (2003) emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu: emosi sensoris dan emosi psikis. Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar. Emosi psikis yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, seperti : (1) perasaan intelektual, yang berhubungan dengan ruang lingkup kebenaran; (2) perasaan sosial, yaitu perasaan yang terkait dengan hubungan dengan orang lain, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok; (3) perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan buruk atau etika (moral); (4) perasaan keindahan, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keindahan akan sesuatu, baik yang bersifat kebendaan maupun kerohanian; dan (5) perasaan ke-Tuhan-an, sebagai fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (Homo Divinas) dan makhluk beragama (Homo Religious)
Sementara itu, Nana Syaodih Sukadinata (2005) mengetengahkan tentang macam-macam emosi individu, diantaranya: (1) takut, cemas dan khawatir. Ketiga macam emosi ini berkenaan dengan rasa terancam oleh sesuatu; (2) marah dan permusuhan, yang merupakan suatu perayaan yang dihayati seseorang atau sekelompok orang dengan kecenderungan untuk menyerang; (3) rasa bersalah dan duka, yang merupakan emosi akibat dari kegagalan atau kesalahan dalam melakukan perbuatan yang berkenaan norma; dan (4) cinta, yaitu jenis emosi yang menurut Erich Fromm berkembang dari kesadaran manusia akan keterpisahannya dengan yang lain, dan kebutuhan untuk mengatasi kecemasan karena keterpisahan tersebut.
Tingkat kematangan emosi (emotional maturity) seseorang dapat ditunjukkan melalui reaksi dan kontrol emosinya yang baik dan pantas, sesuai dengan usianya. Adalah hal yang wajar bagi seorang anak kecil usia 3-5 tahun, apabila dia merasa kecewa ketika tidak dipenuhi keinginannya untuk dibelikan permen coklat atau mainan anak-anak dan kemudian mengekspresikan emosinya dengan cara menangis dan berguling-guling di lantai. Tetapi, akan menjadi hal yang berbeda, jika hal itu terjadi pada seorang remaja atau dewasa dan jika hal itu benar-benar terjadi maka jelas dia belum menunjukkan kematangan emosinya.
Sekilas telah dikemukakan di atas bahwa pola sambutan emosional seringkali organisasinya kacau-balau dan hal ini sangat tampak pada mereka yang mengalami gangguan kekacauan emosional (emotional disorder) yaitu sejenis penyakit mental dimana reaksi emosionalnya tidak tepat dan kronis serta sangat menonjol atau menguasai kepribadian yang bersangkutan. Untuk kasus-kasus kekacauan emosi yang sangat ekstrem biasanya diperlukan terapi tersendiri dengan bantuan ahli.
Karena sifatnya yang dinamis, bisa dipelajari dan lebih mudah diamati, maka para ahli dan peneliti psikologi cenderung lebih tertarik untuk mengkaji tentang emosi daripada unsur-unsur perasaan. Daniel Goleman salah seorang ahli psikologi yang banyak menggeluti tentang emosi yang kemudian melahirkan konsep Kecerdasan Emosi, yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain.
Sejalan dengan usianya, emosi seorang individu pun akan terus mengalami perkembangan, mulai dari. Dengan mengutip pendapat Bridges, Loree (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) menjelaskan proses perkembangan dan diferensiasi emosional pada anak-anak, sebagai berikut
Usia
|
Ciri-Ciri
|
Pada saat dilahirkan
|
Bayi dilengkapi kepekaan umum terhadap rangsangan – rangsangan tertentu (bunyi, cahaya, temperatur)
|
0 – 3 bln
|
Kesenangan dan kegembiraan mulai didefinisikan dari emosi orang tuanya
|
3 – 6 bln
|
Ketidaksenangan berdiferensiasi ke dalam kemarahan, kebencian dan ketakutan
|
9 – 12 bln
|
Kegembiraan berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang
|
18 bulan pertama
|
Kecemburuan mulai berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang
|
2 th
|
Kenikmatan dan keasyikan berdiferensiasi dari kesenangan
|
5 th
|
Ketidaksenangan berdiferensiasi di dalam rasa malu, cemas dan kecewa sedangkan kesenangan berdiferensiasi ke dalam harapan dan kasih sayang
|
1. MEMELIHARA EMOSI
Emosi sangat memegang peranan penting dalam kehidupan individu, akan memberi warna kepada kepribadian, aktivitas serta penampilannya dan juga akan mempengaruhi kesejahteraan dan kesehatan mentalnya. Agar kesejahteraan dan kesehatan mental ini tetap terjaga, maka individu perlu melakukan beberapa usaha untuk memelihara emosi-emosinya yang konstruktif. Dengan merujuk pada pemikiran James C. Coleman (Nana Syaodih Sukmadinata, 2005), di bawah ini dikemukakan beberapa cara untuk memelihara emosi yang konstruktif.
1. Bangkitkan rasa humor. Yang dimaksud rasa humor disini adalah rasa senang, rasa gembira, rasa optimisme. Seseorang yang memiliki rasa humor tidak akan mudah putus asa, ia akan bisa tertawa meskipun sedang menghadapi kesulitan.
2. Peliharalah selalu emosi-emosi yang positif, jauhkanlah emosi negatif. Dengan selalu mengusahakan munculnya emosi positif, maka sedikit sekali kemungkinan individu akan mengalami emosi negatif. Kalaupun ia menghayati emosi negatif, tetapi diusahakan yang intensitasnya rendah, sehingga masih bernilai positif.
3. Senatiasa berorientasi kepada kenyataan. Kehidupan individu memiliki titik tolak dan sasaran yang akan dicapai. Agar tidak bersifat negatif, sebaiknya individu selalu bertolak dari kenyataan, apa yang dimiliki dan bisa dikerjakan, dan ditujukan kepada pencapaian sesuatu tujuan yang nyata juga.
4. Kurangi dan hilangkan emosi yang negatif. Apabila individu telah terlanjur menghadapi emosi yang negatif, segeralah berupaya untuk mengurangi dan menghilangkan emosi-emosi tersebut. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui: pemahaman akan apa yang menimbulkan emosi tersebut, pengembangan pola-pola tindakan atau respons emosional, mengadakan pencurahan perasaan, dan pengikisan akan emosi-emosi yang kuat.
2. ASPEK EMOSI
Terdapat aspek emosi yang fundamental yang harus dipertimabngkan, diantaranya :
1. Biologi emosi
Semua emosi berasal dari system limbic otak yang kira-kira berukuran sebesar sebuah kacang walnut yang terletak di batang otak orang-orang cenderung merasa bahagia ketika system limbic mereka secara relative tidak aktif. System limbic orang tidaklah sama. System limbic yang lebih aktif terdapat pada orang-orang yang depresi, khususnya ketika mereka memperoleh informasi negative.
2. Intensitas
Setiap orang memberikan respon yang berbeda-beda terhadap rangsangan pemicu emosi yang sama. Dalam sejumlah kasus, kepribadian menjadi penyebab perbedaan tersebut. Emosi pada saat lain, perbadaan tersebut timbul sebagai hasil dari persyaratan-persyaratan pekerjaan.
3. Frekuensi dan Durasi
Suksesnya pemenuhan tuntunan emosional seseorang karyawan dari suatu pekerjaan tidak hanya bergantung pada emosi-emosi yang harus ditampilkan dan intensitasnya tetapi juga pada seberapa sering dan lamanya mereka berusaha menampilkannya.
4. Rasionalitas dan emosi
Emosi adalah penting terhadap pemikiran rasional karena emosi memberikan informasi penting mengenai pemahaman terhadap dunia sekitar. Dalam suatu organisasi, kunci pengambilan keputusan yang baik adalah menerapkan pemikiran dan perasaan dalam suatu keputusan.
5. Kecerdasan Emosi atau Emotional Intelligence
Menggambarkan kemampuan, kapasitas, keterampilan atau dalam kasus EI sifat model, kemampuan diri, untuk mengidentifikasi, menilai dan mengelola emosi diri sendiri, orang lain, dan kelompok.
Mengapa begitu penting ? emosi berkaitan dengan keputusan dan tindakan. Jika emosi tidak dikelola dengan baik, masihkah berharap bahwa keputusan dan tindakan kita juga baik ?
Dari berbagai literature, saya menemukan ada 5 dasar kecerdasan emosional. Kelima dasar itu adalah :
1. Mengetahui perasaan Anda dapat menggunakannya untuk membuat keputusan dalam hidup anda.
2. Mampu mengatur kehidupan emosional Anda tanpa dibajak oleh emosi-emosi negative seperti depresi, marah, kebingungan, dan sebagainya.
3. Bertahan dalam menghadapi kemunduran dan menyalurkan dorongan Anda untuk mengejar tujuan-tujuan Anda.
4. Empati membaca emosi orang lain tanpa mereka member tahu Anda apa yang mereka rasakan.
5. Penanganan perasaan termasuk kemampuan membaca dan mengartikulasikan emosi yang tersirat.
3. EKSPRESI EMOSI
Emosi diekspresikan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Ekspresi verbal misalnya menulis dalam kata-kata, berbicara tentang emosi yang dialami, dan lainnya. Ekspresi nonverbal misalnya perubahan ekspresi wajah, ekspresi vocal atau (nada suara dan urutan pengucapan), perubahan fisiologis, gerak dan isyarat tubuh, dan tindakan-tindakan emosional.
Ekspresi wajah. Mengapa Anda bias tahu seseorang sedang bahagia atau sedih ? sebab emosi bahagia dan sedih itu diekspresikan melalui raut wajah. Hanya dengan melihat wajah seseorang, Anda sering tepat menebak emosi yang di alami orang itu. Anda tahu wajah seseorang yang sedang marah, sedih, bahagia, takut dan terkejut. Pasi berbeda wajah ditunjukkan pada saat marah dan pada saat sedih.
Ekspresi vocal. Biasanya nada suara vocal seseorang akan berubah mengiringi emosi yang dialami. Seseorang yang marah nada suaranya akan meninggi. Mereka yang bahagia akan lepas dan lancer. Sedangkan mereka yang sedih mungkin terbata-bata. Tidak jarang kita tahu emosi yang dialami seseorang hanya dari nada suaranya saja.
Perubahan fisiologis. Saat anda merasakan emosi terdapat perubahan fisiologis yang mengiringi baik yang bias anda rasakan maupun tidak. Pada saat takut, Anda mungkin merasakan detak jantung meningkat, berdebar-debar, kaki dan tangan gemetar, bulu kuduk merinding, otot wajah menegang, berkeringat, kencing dicelana, dan sebagainya. Perubahan-perubahan itu tidak jarang juga diketahui orang lain.
Gerak dan isyarat tubuh. Begitulah, emosi diekspresikan dalam gerak dan isyarat tubuh. Kita kadang cukup tahu seseorang sedang gugup atau jatuh cinta hanya dari bahasa tubuhnya. Seseorang yang gugup menjadi tidak hati-hati, banyak melakukan gerakan tidak perlu, sering melakukan kesalahan, berkeringat dan sebagainya. Orang yang jatuh cinta menatap yang dicintai lebih sering, duduk condong padanya, tersenyum lebih lebar dari lainnya.
Tindakan-tindakan emosional. Pada saat mengalami emosi, kadang seseorang hanya diam saja. Tapi, diam pun adalah tindakan yang mencerminkan keadaan emosional. Beberapa tindakan emosional lain misalnya saat takut meringkuk di bawah meja, saat sedih menangis, saat marah membanting gelas, saat kecewa menyalahkan orang lain, saat tersinggung memaki, dan lainnya.
4. KETERAMPILAN DASAR
Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaan-perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri, sehingga pada saat remaja akan lebih banyak sukses disekolah dan dalam berhubungan dengan rekan-rekan sebaya serta akan terlindung dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks yang tidak aman (Gottman, 2001 : 250)
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional merupak salah satu factor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik di sekolah.
B. PERASAAN
Kata perasaan memiliki beberapa definisi yang mungkin. Kata ini pertama digunakan dalam bahasa Inggris untuk menjelaskan sensasi fisik sentuhan melalui pengalaman atau persepsi. Kata ini juga digunakan untuk menjelaskan sensasi fisik jauh dari sentuhan seperti "perasaan kehangatan” Dalam psikologi kata ini sering diartikan untuk pengalaman subjektif sadar mengenai emosi. Fenomenologi dan heterofenomenologi adalah pendekatan filosofikal yang menyediakan dasar untuk pengetahuan mengenai perasaan. Banyak sekolah psikoterapi yang bergantung pada terapis memperoleh sejenis kesepahaman perasaan klien, dimana metodologi berlaku. Beberapa teori hubungan antarpribadi juga memiliki peran dalam perasaan berbagi atau kesepahaman satu sama lain. Persepsi dunia fisik tidak menghasilkan dalam reaksi universal diantara penerimanya (lihat emosi), tapi bergantung pada keinginan seseorang untuk menangani situasi, bagaimana situasi ini berhubungan dengan pengalaman masa lalu penerima, dan sejumlah faktor lain. Perasaan juga dikenal sebagai keadaan sadar, seperti yang dihasilkan dari emosi, sentimen atau keinginan. Perasaan dapat diartikan berbeda dengan emosi dalam pengerti emosi bersifat universal. Sementara perasaan adalah respon yang dipelajari tentang sebuah keadaan emosi di lingkungan atau kebudayaan tertentu.
Ciri Khas Perasaan
1. Subyektif. Kesukaan saya terhadap tempe hangat, termasuk jika dibandingkan dengan ayam goreng, terkesan tidak obyektif. Dari tinjauan nilai gizi jelas ayam lebih bergizi. Dari unsur bahan, daging lebih enak daripada kedelai (saya bukan seorang vegetarian). Dari unsur harga, meski terkesan ayam lebih mahal, tapi saya pernah beli sepotong ayam seharga seribu sama dengan harga tempe. Secara obyektif seharusnya ayam lebih dipilih daripada tempe hangat. Tapi bagi saya beda. Bagi saya tempe lebih punya "teste". Saya ga peduli orang mau bilang apa, suka-suka gue mau suka apa. Inilah subyektifitas saya tentang tempe hangat. Sangat mungkin setiap orang memil iki selera perasaan yang berbeda-beda. Terserah dia secara subyektif.
2. Mudah Berubah. Apa yang kita benci hari ini, bisa jadi menjadi kita sukai keesokan hari. Apa yang anda rasakan saat ini ketika membaca artikel ini akan berubah ketika anda membacanya kembali di lain waktu. Nasi goreng yang terasa nikmat saat kita sarapan sangat mungkin membosankan bagi kita kalau kita memakan menu yang sama siang harinya. Begitulah, perasaan kita senantiasa berubah-ubah. Namun kadar perasaan itu sangat dipengaruhi oleh prosesnya. Sebuah proses yang lama akan melahirkan perasaan yang lebih mendalam dibandingkan dengan proses yang cepat. Orang yang jatuh cinta karena proses pembiasaan akan lebih bertahan daripada yang cinta pada pandangan pertama.
3. Tidak Berdiri Sendiri. Perasaan tidak bisa muncul tanpa adanya stimulasi atau berhubungan dengan proses jiwa yang lain. Perasaan baru muncul ketika kita melakukan pengamatan, atau berfantasi atau berpikir, atau ketika mengindra. Perasaan tidak akan merasakan apa-apa jika tidak ada stimulus apapun.
4. Mengandung Penilaian. Dalam merasa sebenarnya kita membandingkan dengan perasaan-perasaan yang pernah kita rasakan sebelumnya, sebelum kemudian kita menilai. Ini menyenangkan atau tidak menyenangkan. Apa yang menyenangkan bagi seseorang belum tentu menyenangkan bagi orang lain. Seseorang mungkin sangat menyenangi uang karena pernah merasakan nikmatnya punya uang atau karena menderitanya orang tidak punya uang.
5. Bekerja berdasar prinsip kesenangan. Perasaan tidak memilih apa yang benar-salah atau baik-buruk. Ia hanya memilih berdasar prinsip kesenangan. Mana yang menyenangkan bagi jiwa itu yang selalu ia pilih. Perasaan tidak pernah memilih jalan penderitaan. Setiap penundaan terhadap kesenangan akan menimbulkan penderitaan, karena itu ia bersifat hedon.
Cara Bekerjanya Perasaan
Untuk menjelaskan proses bekerjanya perasaan tidak bisa diamati pada kasus remaja atau orang dewasa, karena pilihan-pilihan atau respon-respon remaja dan orang dewasa sudah mengalami kompleksitas yang luar biasa. Maka untuk mengamati cara kerja perasaan adalah dengan melihat anak kecil yang asumsinya pola merespon dia belum menggunakan pikiran dan nilai secara maksimal.
Pertama, bayi harus memulai pengalaman rasa dengan melakukan pengindraan. Dari mulutnya ia merasakan manis, asam, asin. Dari hidungnya ia mencium bau-bauan. Dari telinga ia mendengar sapaan orang-orang di sekelilingnya. Dari mata ia bisa melihat ekspresi wajah orang-orang disekelilingnya, dst. Pengalaman rasa itu disimpan dalam memori. Ia juga memori reaksi-reaksi orang-orang di sekelilingnya ketika ia melakukan sesuatu. Itulah pengalaman-pengalaman perasaan yang pertama-pertama. Ia menggunakan instingnya untuk mendapatkan pengalamannya yang pertama dn dengan itulah ia merespon setiap stimulus. Jangan heran jika perilaku bayi banyak bersifat trial-error (mencoba-coba). Ketika ia mulai beranjak besar, ketika ia sudah mulai bisa memilih-milih, maka pilihan-pilihan itu tidak lagi berdasarkan insting semata, tetapi juga karena melalui perbandingan perasaan yang ia dapatkan dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Ia memilih apa yang menyenangkan bagi dia. Maka karena itu, secara potensial perasaan senantiasa mengarahkan hanya pada kesenangan semata. Ia tidak pernah mengarahkan pilihan individu pada perasaan sakit atau menderita. Inilah prinsip kerja perasaan.
Lantas, bagaimana penjelasan orang yang rela memilih untuk menderita. Seperti ketika seseorang harus memilih antara jalan hidup yang benar menurut logika dia walaupun harus merasakan penderitaan dengan dikucilkan atau bahkan disingkirkan dari keluarga. Bukankah ia lebih memilih menderita daripada bahagia.
Benar, pada banyak kasus kita menemukan orang-orang lebih memilih menderita daripada bahagia. Tapi ingat, pilihan itu bukan berdasarkan perasaan. Pada banyak kasus orang lebih rela menderita karena lebih memilih apa yang ia anggap benar (kebenaran). Pilihan ini tidak didasarkan perasaan tetapi kelogisan, hasil pemikiran yang logis yang menurut ia benar dan karena kebenaran itu ia rela menderita perasaan. Sehingga, seandainya kita abaikan faktor pemikiran, pastilah seseorang akan memilih kebahagiaan. Kalau kita bertanya pada setiap individu, "apa sebenarnya yang kamu cari dalam hidup ini ?" jawabannya hanya ada dua, "kebahagiaan" atau "kebenaran". Yang satu berdimensi perasaan dan satu berdimensi pikiran. Begitulah, secara alamiah perasaan akan mengarahkan manusia pada pilihan yang membahagiakan, tapi interupsi pikiran dapat merubah alur alamiah ini. Sehingga respon-respon kita terhadap stimulasi tidak hanya mengikuti arahan perasaan saja. Maka kita juga perlu mengetahui bagaimana cara bekerjanya pikiran sehingga kita juga dapat mengetahui kapan pikiran akan mengiterupsi arahan perasaan itu.
Pengertian Pikiran dan Berpikir
Pikiran adalah hasil dari berpikirnya manusia. Namun apa yang disebut dengan berpikir itu ? Banyak orang menyatakan bahwa orang berpikir ketika ia menghadapi masalah. Sekilas pernyataan ini tidak ada yang salah. Tapi coba saya sedikit berputar. Pernakah kita ketika dalam keadaan sadar benar-benar berhenti berpikir. Tentu tidak pernah. Setiap saat kita senantiasa berpikir. Kalau setiap saat kita selalu berpikir, padahal tadi kita mendefinisikan berpikir adalah upaya untuk memecahkan masalah, dengan demikian apakah manusia senantiasa menghadapi masalah sehingga ia tidak pernah benar-benar berhenti berpikir. Lantas kalau begitu apa beda sesuatu dikatakan masalah dan tidak ? Bingung ? OK, akan saya permudah.
- Orang berfikir karena ada masalah.
- Orang tidak pernah berhenti berpikir
- Maka orang senantiasa berhadapan dengan masalah
- Kalau orang senantiasa menghadapi masalah yang terus menerus, ia tidak pernah merasakan kondisi tanpa masalah
- Kalau begitu apa bedanya masalah dengan bukan masalah
Dari pernyataan diatas kita tahu ada satu kesalahan yang berputar. Maka kita harus kembali pada fakta. Satu-satunya pernyataan yang tidak disangsikan kebenarannya adalah "Orang tidak pernah berhenti berpikir". Tidak percaya ? Coba sebut saat mana ketika dalam keadaan sadar anda benar-benar berhenti berpikir. Nah.. tidak ada kan. Sedangkan pernyataan-pernyataan yang lain kebenarannya dapat diuji dengan menguji kebenaran pernyataan, "Orang berfikir karena ada masalah". Apakah benar orang berfikir hanya ketika menghadapi masalah. Bahwa ketika kita menghadapi masalah kita berpikir, ya, tapi berpikir tidak harus menunggu ada masalah. Apa yang disebut dengan masalah adalah adanya kesenjangan antara nilai-nilai kebenaran yang kita anut dengan fakta yang terjadi. Ketika kita melihat peristiwa mahasiswa tidur di kelas. Bagi dosen yang menganggap tugasnya hanya menyampaikan kuliah, bukan mendidik mahasiswa, maka mahasiswa yang tidur tidak dianggap masalah karena tidak bertentangan dengan nilai yang ia anut. Bagi bagi dosen yang mendidik, mahasiswa yang tidur di dalam kelas dianggap masalah karena itu bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan. Maka ia melakukan evaluasi apa sebab mahasiswa tidur. Apakah karena memang mahasiswanya yang bermasalah atau kepengajaran dosen yang bermasalah sehingga menimbulkan kebosanan dan ketiduran.
Jika definisi masalah kita batasi demikian, maka tidak selamanya kita menghadapi masalah. Ada satu peristiwa yang bagi kita tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang kita anut. Maka anda bisa simpulkan sendiri pernyataan-pernyataan yang lain. Lantas apa yang disebut dengan berpikir itu?
Sebenarnya dalam berpikir kita menjalankan salah satu dari 3 fungsi berikut ini : (1) Membangun pengertian (2) Membangun kesimpulan (3) Melakukan pemilihan/pendapat/keputusan. Selama ini yang dimaksud bahwa kita senantiasa berpikir adalah fungsi membangun pengertian yag dimiliki oleh proses berpikir. Setiap kita bertemu dengan sesuatu yang baru maka kita berusaha membangung pengertian atas realitas yang baru. Dan pada kenyataannya kita hampir tidak pernah menemua suatu yang benar-benar sma persis baik bentuk, situasi dan kondisi. Maka karena itu kita hampir senantiasa membangun pengertian-pengertian yang baru. Oleh karena itu, dalam metode diskusi yang akan menyampaikan berbagai pendapat yang memungkinkan berbeda, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membangun pengertian yang sama terhadap hal yang hendak didiskusikan. Kalau hasil pengertian kita ini tidak langsung digunakan, karena motif berpikir kita tidak hendak memecahkan masalah tapi juga karena sekedar ingin tahu (kuriositas), maka pengertian ini disimpan dalam memori dan sewaktu-waktu kita pakai ketika dibutuhkan.
Setelah membangun pengertian individu baru bisa memasuki fungsi selanjutnya. Ketika kumpulan pengertian yang kita miliki akan digunakan untuk diskusi atau memcahkan masalah, tidak lantas kita hanya memiliki satu pengertian/pemahaman saja. Justru kita akan membandingkan seluruh pengertian yang berhubungan dengan obyek masalah. Dari berbagai pengertian itu kita memilih salah satu yang menurut kita benar atau pas dengan kita. Inilah yang disebut dengan membangun kesimpulan. Fungsi kedua ini dibutuhkan untuk kemudian kita mengambil sikap/keputusan/respon atas hal yang kita pikirkan.
Mekanisme Kerja Pikiran
Mekanisme kerja pikiran sebenarnya tidak berbeda dengan perasaan. Perbedaannya hanya terletak pada prinsip kerjanya. Kalau perasaan menggunakan prinsip kerja berdasarkan kesenangan maka pikiran menggunakan prinsip kerja kelogisan/benar-salah. Apa yang dipikirkan itu tidak berhubungan dengan enak-tidak enak, nikmat-tidak nikmat, atau senang-tidak senang, tetapi berbicara tentang benar-salah, baik-buruk. Sehingga secara alamiah, berpikir akan mengarahkan individu untuk melakukan respon berdasar kebenaran. Lantas bagaimana dengan orang yang lebih memilih satu hal yang salah meski ia tahu itu adalah salah. Seperti ketika orang mencuri, melacur, membunuh dan menganiaya, sebenarnya ia tahu bahwa itu adalah perbuatan yang salah tapi mengapa tetap dipilih sebagai respon. Setelah membaca mekanisme kerja perasaan anda pasti bisa menjawab, penyebabnya adalah karena ada interupsi dari perasaan. Orang tersebut tidak memilih kebenaran tapi kesenangan. Dengan melakukan perbuatan yang salah mereka merasakan kesenangan atau kepuasan. Jadi, pikiran dan perasaan dapat saling mengintervensi proses alamiah masing-masing fungsi jiwa tersebut. Ya benar!
C. PERBEDAAN EMOSI DAN PERASAAN
Emosi dan perasaan (emotion & feeling). Keduanya digunakan secara tumpang tindih dalam percakapan keseharian. Ketika seseorang bertanya pada orang lain apa yang dirasakannya ketika dikhianati pacarnya, jarang orang bertanya , "bagaimana emosimu?", kebanyakan akan bertanya, "bagaimana perasaanmu?" Dalam bahasa sehari-hari, kata emosi memang sangat jarang digunakan. Kata perasaan, jauh lebih umum digunakan.
Perasaan mengandung adanya suatu pengalaman subjektif. Apa yang dirasakan satu orang dengan orang lain relatif sulit untuk dibandingkan. Hanya diri sendirilah yang bisa mengalami perasaan yang muncul. Oleh sebab itu disebut pengalaman subjektif. Misalnya Anda merasa damai, maka Anda sendiri yang bisa mengalaminya. Rasa damai yang dirasakan oleh orang lain bisa saja berbeda kadarnya.
Kebanyakan orang berpikir bahwa emosi adalah salah satu jenis perasaan. Sesuatu dianggap sebagai emosi tatkala seseorang merasakan perasaan tertentu, terutama marah. Selain marah, perasaan lain yang kerap dianggap sebagai emosi misalnya adalah cinta, sedih, bahagia, dan cemburu. Orang akan mengatakan Andi sedang emosi ketika ia sedang marah (ia ‘emosi’ karena ia dikhianati sang pacar), namun juga ketika ia sedang sangat bahagia (ia begitu ‘emosi’ bertemu ibunya), sedih (ia begitu ‘emosi’ pada saat pemakaman ayahnya), cemburu (ia ‘emosi’ tahu pacarnya makan malam dengan orang lain), atau cinta (emosinya begitu mendalam pada kekasihnya).
Sebagian ahli menyebutkan bahwa di dalam emosi terkandung perasaan. Ini artinya, perasaan adalah komponen dari emosi. Perasaan diartikan sebagai keadaan yang dirasakan sedang terjadi dalam diri seseorang. Anda mengalami perasaan marah, karena Anda merasakan adanya sesuatu yang bergejolak dalam diri Anda. Emosi terjadi hanya ketika seseorang merasakan sesuatu terjadi dalam dirinya.
Nah, lalu apa bedanya antara perasaan dan emosi? Sebenarnya keduanya relatif sama. Bahkan, menurut seorang peneliti emosi dari Australian National University, yakni Anna Wierzbicka, tidak semua budaya memiliki kata untuk emosi sebagaimana yang dikonsepsikan dalam bahasa inggris sedangkan kata yang bermakna perasaan (feeling) ada dalam semua bahasa. Menurutnya lagi, kata emosi lebih disukai karena kesannya lebih objektif dan lebih ilmiah daripada kata perasaan. Oleh sebab itu kata emosi jauh lebih luas digunakan dalam dunia ilmu pengetahuan.
Bagaimana dengan rasa lapar karena kurang makan, rasa haus kurang minum, rasa panas karena terik matahari, rasa manis gula, rasa pahit kopi, dan rasa sakit tulang? Tentu saja itu semua tidak termasuk kategori perasaan yang dikaitkan dengan emosi. Perasaan yang diartikan emosi adalah perasaan yang tidak terkait dengan yang dirasakan fisik. Ada rasa lapar, tapi tidak ada emosi lapar. Ada rasa panas tapi tidak ada emosi panas. Ada rasa manis gula tapi tidak ada emosi manis. Emosi adalah perasaan yang terkait dengan suasana hati.
0 komentar:
Your comment / EMOSI DAN PERASAAN
Komentar Anda Sangat Bermanfaat Bagi Khazanah Ilmu Pengetahuan