Sumber : http://politik.rmol.co |
Pelaksanaan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia kini tinggal menghitung
hari lagi. Jika tidak ada kendala, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden akan
dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014. Setiap partai koalisi pengurung pasangan
Capres dan Cawapres tengah sibuk-sibuknya menyiapkan segudang strategi untuk
memenangkan capres dan cawapres yang diusungnya. Mulai dari yang namanya “Black Campaign” hingga kampanye abu-abu
pun dilakukannya demi meraup dukungan dari rakyat yang tertindas. Lobi-lobi
politik kepada para tokoh nasional dan tokoh agama pun seakan menjadi sebuah
keharusan, pasalnya mereka dianggap mempunyai effect yang besar untuk menduduki singgasana yang menyilaukan.
Tidak hanya itu, kampanye terselubung dan terbuka pun gencar dilakukan di
berbagai media, dari gaya lama yang sederhana, person to person, hingga melalui pers media.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa peran media dalam mempengaruhi masyarakat sangat besar
sehingga media menjadi pilihan utama untuk mempromosikan pasangan capres dan
cawapres. Apalagi black campaign yang
dilakukan oleh oknum-oknum pendukung salah satu pasangan capres dan cawapres.
Fakta tersebut sudah tidak dapat dibendung lagi, karena hal tersebut dianggap
sangat efektif untuk mencuci dan mempengaruhi pikiran masyarakat pengguna media
sosial. Selain media sosial. Tim pemenangan kedua capres dan cawapres juga
memanfaatkan media elektronik dan media cetak sebagai salah satu sarana untuk
mempengaruhi pikiran rakyat. Mendapatkan dukungan dari raja media pun mencari
incaran para pengumbar janji agar dapat tersosialisaikan dalam media milik raja
media tersebut. Mulai dari merayu hingga menjanjikan kekuasaan pada elit-elit
media ketika pasangan capres dan cawapres tersebut telah mendapatkan singgasana
di Istana Kepresidenan. Sungguh memalukan sekali lobi-lobi politik di negeri
yang subur ini.
Media
Massa dianggap sebagai lembaga strategis yang sangat diperhitungkan dalam
menghadapi Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden hingga muncul anggapan
bahwa media dijadikan sebagai kekuatan politik pasangan capres dan cawapres.
Karena itu, tidak jarang yang mempertanyakan netralitas media dalam menghadapi
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tersebut. Media sebagai sarana publik di era
reformasi dan demokrasi ini diharapkan tidak berpihak/independen sehingga mampu
memberikan kontribusi positif pada perubahan politik di negeri tercinta ini. Masa
reformasi memberikan kepercayaan penuh terhadap peran pers dalam menyuarakan
suara hati rakyat. Jangan sampai, media yang kini menjadi alat untuk
menyuarakan hati rakyat malah justru menyakiti hati rakyat yaitu dengan
menyalahgunakan media massa oleh para elit-elit media demi kepentingan politik
segolongan orang tertentu.
Kita
dapat menyaksikan sendiri beberapa stasiun televisi dan media massa yang
dimiliki oleh pengusaha yang kini telah terjun ke dunia perpolitikan. Sekarang
pun, mereka telah menjadi tim pemenangan kedua capres dan cawapres.
Masing-masing capres dan cawapres telah mempunyai bookingan media sebagai alat
untuk melakukan aksi yang disebut “politik
pencitraan”. Maka dapat dipastikan, elit-elit media tersebut akan
memanfaatkan media yang dimilikinya sebagai sarana untuk mendukung dan
menggolkan tujuan perpolitikan mereka. Salah satu langkah yang sudah
digencarkan oleh raja media untuk mendukung salah satu pasangan capres dan
cawapres adalah melakukan pemberitaan yang menguntungkan langkah politik
mereka. Tujuannya tidak lain adalah untuk mempengaruhi sikap dan persepsi
publik terhadap salah satu pasangan capres dan cawapres.
Faktor
yang terpenting dalam dunia media massa adalah independensi media terhadap
segala pemberitaan yang ditayangkan. Jika independensi tersebut sudah tidak
ada, maka sudah dapat dipastikan media massa tersebut bermasalah dan harus
diberikan sanksi karena merugikan masyarakat luas. Independensi merupakan
sebuah hal yang harus tetap dijaga oleh insan-insan pertelevisian di Indonesiam
meskipun adanya kepentingan politik dari pemilik media tersebut. Media
semestinya selalu berpihak kepada publik demi kepentingan publik, bukan justru
berpihak pada salah satu pasangan capres dan cawapres.
Harapan
masyarakat terhadap pers sangat besar sebagai pilar demokrasi untuk menyuarakan
aspirasi masyarakat. Pers juga diharapkan menjadi jembatan rakyat untuk menagih
janji-janji politik para penebar harapan di negeri ini. Bukan justru hilangnya
independensi media yang akan menghilangkan tujuan dan fungsi media yang
sebenarnya yaitu mengawasi dan mengontrol jalannya pemerintahan dan
perpolitikan. Namun jika elit media kini sudah tidak bisa menjaga netralitas
dan independensinya, maka siapakah yang akan mengontrol dan mengawasi penguasa
? Masyarakat berharap, para jurnalis harus tetap memegang teguh kode etik,
netralitas dan independensinya dalam pemberitaan yang ditayangkan sehingga dapat
mempertahankan dan menjaga tujuan dan fungsinya sebagai penyuara, pengontrol,
dan pengawas yang garang dan ditakuti oleh para penguasa.
Penulis,
M.
Zuhri Ni’am
Anggota
Primaraya dan Warga Asrama KKR
0 komentar:
Your comment / Mengintip Netralitas Media Massa Pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Komentar Anda Sangat Bermanfaat Bagi Khazanah Ilmu Pengetahuan