Wajah Buram Pendidikan Formal di
Indonesia
Dalam
dunia pendidikan, pendidikan formal senantiasa menjadi perhatian besar terutama
dalam hubungannya dengan wajah dunia pendidikan formal di Indonesia.
Akhir-akhir ini wajah dunia pendidikan sedang mendapatkan sorotan yang
berkesinambungan sehubungan dengan perilaku oknum-oknum penyelenggara pendidikan
yang tidak bertanggung jawab seperti tidak disiplinnya pejabat pelaku
pendidikan, perilaku asusila oknum tenaga pendidik kepada peserta didiknya, dan
masih banyak lagi sorotan negatif yang hinggap di tubuh pendidikan formal
Indonesia. Seyogyanya pendidikan berperan sebagai alat untuk mengembangkan
potensi peserta didik seperti yang dinyatakan dalam Undang-undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2011:124), bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Sejalan
dengan definisi pendidikan diatas, pendidikan seharusnya menjadi alat untuk
mengembangkan potensi peserta didik. Hal ini sesuai juga dengan yang termaktub
dalam tujuan pendidikan nasional. Pendidikan yang sangat berperan dalam hal ini
adalah pendidikan formal. Menurut Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (2011:6), bahwa pendidikan
formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri
atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan
dasar yang dimaksud adalah Sekolah Dasar (SD), pendidikan menengah antara lain
SMP/MTs dan SMA/MA, serta pendidikan tinggi yang mencangkup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor.
Pendidikan
formal merupakan kewajiban yang harus ditempuh oleh setiap anak bangsa. Negara
memiliki cita-cita agar penerus negeri ini menghasilkan lulusan generasi yang
pandai untuk melanjutkan estafet bangsa. Negeri tercinta ini sangat mendambakan
putra-putri bangsa yang super, supel, tegas dan sosialis. Namun sayang,
pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan formal telah bergeser menjadi
sekedar formalitas semata. Kebanyakan para pembelajar menjadikan pendidikan
formal sebagai formalitas, sekedar mencapai legalitas, pengakuan masyarakat,
dan teman saja. Terjadinya paradigma semacam ini disebabkan oleh beberapa
faktor. Salah satunya adalah sistem pendidikan yang diterapkan di Negara
Kesatuan Republik Indonesia ini baik sistem yang mengatur para pelajar maupun
yang mengatur para pengajar.
Berkaitan
dengan pendidikan formal, untuk saat ini pendidikan formal belum mampu menjawab
tantangan di era globalisasi seperti sekarang ini. Hal ini antara lain
disebabkan oleh lambannya usaha pemerintah dalam memajukan pendidikan formal di
Indonesia. Lambannya keseriusan pemerintah dalam memajukan pendidikan di
Indonesia sudah terlihat sejak Indonesia merdeka. Sejak Indonesia merdeka pada
tahun 1945, selama 44 tahun barulah muncul undang-undang yang mengatur tentang
pendidikan di Indonesia yaitu UU No. 2 tahun 1989. Lalu kemana keseriusan
pemerintah selama 44 tahun tersebut ?
Inilah salah satu bukti ketidakseriusan
pemerintah dalam hal pendidikan khususnya pendidikan formal. Setelah adanya
peraturan yang sudah beberapa kali direvisi hingga sekarang, pendidikan
khususnya pendidikan formal belum bisa diandalkan sebagai alat untuk mencapai
tujuan dari pendidikan nasional yang termaktub dalam UU No. 20 tahun 2003
tersebut.
Selain
itu, sistem yang terjadi di lapangan (lapangan yang dimaksud dalam hal ini
adalah sekolah) cukup memberikan stimulus mental pelajar yang lemah dan malas.
Pelajar hanya diberi tugas dan dijejali PR (pekerjaan rumah) tidak akan
memaksimalkan kemampuan yang disimpan pada usia-usianya. Bagi sebagian para
pelajar, sistem pendidikan formal seperti ini justru akan menimbulkan rasa
malas dan pada akhirnya akan berdampak pada kualitas lulusan peserta didik
tersebut. Pendidikan formal juga kini belum tentu memberikan jaminan kepada
peserta didik untuk mendapatkan kelulusan di sekolah. Hal ini secara tidak
langsung akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan
formal. Kini masyarakat lebih mempercayai pendidikan non formal dalam hal
kelulusan anak-anaknya.
Fakta
itu dapat kita lihat dengan menjamurnya lembaga pendidikan non formal seperti
bimbingan belajar/kursus di masa kini. Ketika pelaksanaan Ujian Nasional sudah
di ambang pintu, maka berbondong-bondonglah masyarakat memasukkan anak-anaknya
di bimbingan belajar/kursus karena lembaga pendidikan non formal seperti bimbingan belajar lebih dapat menjamin
kelulusan peserta didik. Walaupun biaya untuk memasuki pendidikan non formal
seperti bimbingan belajar/kursus cukup mahal, namun demi kelulusan anaknya,
para orang tua tidak merasa keberatan dengan biaya yang dikeluarkan, apalagi
ada jaminan untuk lulus dalam ujian nasional. Mereka percaya bahwa pendidikan
non formal yang sesingkat itu dapat diandalkan untuk menghadapi ujian nasional.
Lalu bagaimana dengan pendidikan formal yang sudah bertahun-tahun diberikan
pendidikan, namun tetap tidak bisa menjamin kelulusan bagi para peserta didik ?
Berdasarkan
realita seperti yang penulis gambarkan diatas, ada beberapa asumsi penulis
sebagai catatan eksistensi pendidikan formal di Indonesia saat ini : (1) Pendidikan
formal belum mampu menjawab tantangan zaman di era globalisasi ini. (2)
Pendidikan formal belum tentu memberikan jaminan kepada peserta didik untuk
lulus pada ujian nasional sehingga timbul sikap ketidakpercayaan masyarakat
terhadap kemampuan pendidikan formal dalam mengelola pendidikan. (3) Pendidikan
non formal menjadi pilihan tepat bagi masyarakat yang memiliki anak hendak
menghadapi ujian nasional agar anak-anaknya lulus ujian nasional karena lembaga
bimbingan belajar/kursus telah memberikan jaminan bagi kelulusan anak yang
mengikuti ujian nasional. Pihak mereka berani mengembalikan semua uang yang
telah dibayarkan jika peserta didiknya tidak lulus. Pendidikan non formal saja
berani melakukan hal demikian, mengapa pendidikan formal yang notabene mendapat
perhatian lebih dari pemerintah belum bisa menjamin kelulusan peserta didiknya.
(4) Sarana dan prasarana yang ada di pendidikan formal belum memadai sehingga
tidak dapat menunjang keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah.
Kemudian,
(5) Pendidikan formal harus menggandeng pihak lain dalam mewujudkan tujuan
pendidikan yakni Tri Pusat Pendidikan. Tri Pusat Pendidikan yang dimaksud adalah
pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan masyarakat. B. Boston
yang dikutip oleh Ishak Sholeh (1983:11) mengatakan bahwa keluarga adalah suatu
kelompok pertalian nasab keluarga yang dapat dijadikan tempat untuk
membina/membimbing anak-anak dan untuk pemenuhan hidup lainnya. Sehingga sangat
jelaslah bahwa pendidikan keluarga adalah bantuan/pertolongan yang diberikan
orang tua kepada anaknya, agar anak itu dapat menjadi dewasa dan senantiasa
terarah dalam kehidupannya. Sedangkan Pendidikan sekolah yang dimaksud adalah
pendidikan formal seperti TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan perguruan tinggi.
Ketiga adalah pendidikan masyarakat. Pendidikan Masyarakat menurut Santoso S
Hamidjojo (1982:18) adalah pendidikan masyarakat atau pendidikan non formal
bertujuan untuk membantu masalah keterlantaran pendidikan, baik bagi mereka
yang belum pernah sekolah maupun yang gagal. Pendidikan masyarakat yang
dimaksud antara lain bimbingan belajar, kursus, pelatihan, dan lain sebagainya.
Inilah
beberapa hal mengenai wajah pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan
formal. Permasalahan pendidikan di Indonesia memang tidak pernah usai. Wajah
pendidikan harus segera diperbaiki khususnya pendidikan formal yakni dengan
menggandeng Tri Pusat Pendidikan seperti yang telah penulis paparkan diatas.
Pendidikan formal harus disubsidi agar semua lapisan masyarakat dapat merasakan
pendidikan formal. Selain itu, pendidikan formal juga harus dilengkapi dengan
keterampilan agar bisa mengembangkan potensi peserta didik seperti yang
tercantum dalam tujuan pendidikan nasional. Untuk mengembalikan kepercayaan
masyarakat terhadap pendidikan formal, pemerintah harus membenahi sistem
pendidikan yang dirasa kurang/tidak efektif yang kini dilakukan seperti ujian
nasional. Karena pendidikan formal terbukti tidak mampu menjamin kelulusan
peserta didik dalam ujian nasional. Selain itu, pengawasan terhadap
penyelenggara pendidikan harus ditingkatkan agar tidak ada lagi oknum pelaku
pendidikan yang mencoreng wajah pendidikan formal di Indonesia.
Penulis,
M.
Zuhri Ni’am
Anggota
Primaraya dan Warga Asrama Mahasiswa KKR
0 komentar:
Your comment / Wajah Buram Pendidikan Formal di Indonesia
Komentar Anda Sangat Bermanfaat Bagi Khazanah Ilmu Pengetahuan