Krisis Kepercayaan Masyarakat
Terhadap Para Pemburu Kekuasaan
Pemilu
2014 akan segera bergulir di negara tercinta Indonesia ini. Banyak pengamat
politik yang menyebut tahun 2014 sebagai tahun politik karena di tahun itulah
aktor-aktor politik mulai bermain peran dalam film politik. Banyak kandidat
politik dan calon pemimpin rakyat mulai menabur janji manis melaui media media
masa untuk memikat hati rakyat agar dipilih dalam pesta rakyat tersebut. Para punggawa
dan pemain politik sibuk dalam berpikir bagaimana dan harus bagaimana agar
rakyat percaya dan akhirnya memilih mereka menjadi seorang pemenang dalam
pemilihan tersebut. Ribuan cara dilakukannya mulai dari tampil apa adanya
sampai pada sistem blusukan
yang dipopulerkan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Selain itu, cara halal
maupun yang tak terpuji sekalipun mereka lakukan yang jauh dari ajaran agama,
mereka tak segan melakukan hal yang ganjil hanya demi untuk sebuah jabatan yang
mungkin mereka dapatkan, Mulai dari pergi ke dukun dan orang pintar lainnya
agar mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Persaingan dalam merebut
kursi kepemimpinan tersebut tentu akan berjalan dengan ketat dan penuh dengan
jalan berliku.
Menarik
simpati rakyat dengan berbekal iming-imingan dan janji kepada rakyat sudah Menjadi
jurus klasik, tetapi masih dipertahankan oleh para pemburu kekuasaan. Janji
yang mereka tebarkan adalah sebagian besar merupakan sebuah kebohongan belaka.
Mereka bukan menjadikan Indonesia semakin maju, tetapi yang mereka lakukan
merupakan cara untuk membodohkan rakyat Indonesia. Banyak rakyat yang merasa
adanya ketidakadilan dalam dunia perpolitikan di Indonesia karena politik hanya
menguntungkan satu pihak saja yaitu mereka yang duduk di singgasana yang indah.
Sedangkan rakyat yang memilih mereka dilupakan hingga tertindas tak berdaya
karena oknum aktor politik yang bermain tidak kooperatif.
Hal itu
terjadi di sebuah desa transmigrasi di ujung Kaupaten Sanggau, tepatnya di Desa
Bhakti Jaya Kecamatan Meliau Kabupaten Sanggau. Masyarakat Bakhti Jaya sudah
puas dengan janji-janji politik para aktor yang memainkan peran. Janji politik
sudah dianggap bukan jurus jitu yang dapat mempengaruhi rakyat untuk memilihnya.
Masyarakat Desa Bhakti Jaya sudah kebal dengan janji-janji manis yang keluar
dari mulut oknum aktor yang munafik karena janji yang pernah mereka
ucapkan hanyalah angin lalu yang sesaat menghilangkan gerah, mereka
menghilangkan janji mulia itu dengan jabatan yang mereka pegang.
Kini
masyarakat hanya dapat menikmati peninggalan janji mereka dahulu yaitu akses
transportasi (jalan dan jembatan) yang kondisinya mengenaskan. Jalan yang
setiap waktunya selalu dilalui oleh truk pengangkut kelapa sawit tersebut sudah
seperti bubur yang siap disantap oleh para pemburu kekuasaan. Akibat dari jalan
rusak tersebut, masyarakat lah yang menanggung beban tersebut. Masyarakat
merasa kesulitan dalam mengangkut hasil pertanian dan perkebunannya karena
selain memerlukan waktu yang cukup lama, biaya transportasi pun semakin
meroket. Hal tersebut tentu akan berdampak pada menurunnya pendapatan
masyarakat Desa Bakhti Jaya.
Hal
senada juga diungkapkan oleh Benyamin selaku Sekretaris Desa Bakhti Jaya.
Menurutnya para calon legislatif yang ingin duduk di singgasana harus
membuktikan kerjanya dulu, jangan hanya menebar janji karena masyarakat sudah
bosan dengan mulut manis yang tidak bisa memberikan bukti. Ditambahkannya,
masyarakat akan merasa malas untuk berpartisipasi dalam pemilu legislatif April
mendatang. Pasalnya sejak dibukanya daerah tersebut sebagai daerah
transmigrasi, belum ada pembangunan yang sangat menonjol di desa tersebut. Jalan-jalan
yang sudah 20 tahun belum diperbaiki sama sekali. Jika musim hujan, maka jalan
tanah di sepanjang desa Bakhti Jaya akan sulit untuk dilalui oleh masyarakat.
Akibatnya akan berdampak pada perekonomian masyarakat desa setempat.
Fakta diatas
merupakan satu dari ribuan fakta tentang terjadi di seluruh Indonesia terutama
daerah terpencil yang selalu tidak kepagian jatah dari uang rakyat. Rakyat
Indonesia merupakan aset negara yang harus diperhatikan. Tanpa rakyat,
Indonesia tidak akan menjadi sebuah negara yang berdaulat. Begitu juga dengan
para pemangku kepentingan. Tanpa dukungan dari rakyat kecil, mereka tidak akan
pernah merasakan empuknya kursi
kekuasaan yang bergelimangan harta. Mereka tidak sadar dibalik kursi indanya
itu, jutaan rakyat menjerit kelaparan dan tertindas oleh pemilik uang.
Janganlah merasa sukses dapat duduk di singgasana sebelum rakyat yang telah
memilihmu tersenyum bahagia.
Akhirnya,
melalui tulisan ini, kami berharap kepada para pemangku kekuasaan untuk
berhenti bernyanyi dengan nyanyian yang merdu namun tidak berkesan sedikitpun
ditelinga para pendengarnya. Jangan tebarkan janji di masyarakat, tetapi
berikan bukti walaupun sedikit karena dengan bukti itulah maka masyarakat akan
dapat mempercayai para pemimpinnya. Selain itu, penulis juga mengajak
masyarakat untuk menyukseskan Pemilu yang akan dilaksanakan pada bulan April
mendatang. Mari gunakan hak pilih untuk memilih mereka yang benar-benar dapat
memperjuangkan rakyat yang sudah terlanjur tertindas menjadi masyarakat Indonesia
yang maju dan dapat mengalahkan dunia.
Penulis,
M.
Zuhri Ni’am
Anggota
Primaraya dan Warga Asrama KKR
0 komentar:
Your comment / Krisis Kepercayaan Masyarakat Terhadap Para Pemburu Kekuasaan
Komentar Anda Sangat Bermanfaat Bagi Khazanah Ilmu Pengetahuan